Dijaman kini mencari rumah lewat developer memang cara paling mudah dilakukan masyarakat perkotaan. Namun perlu hati – hati supaya tidak tertipu.sebelum menentukan mencari rumah sebaiknya pahami dulu dan baca 10 tips membeli rumah KPR gres melalui Developer biar tidak tertipu
Berikut 10 tips membeli rumah di developer yang perlu dipahami.
Ada 13 juta orang yang membutuhkan rumah di Indonesia.
Bagaimana mereka mempunyai rumah ?
Cara yang paling lazim yakni membeli di perumahan yang dibangun pengembang.
Ini cara yang menguntungkan karena:
Pertama, paling mudah. Anda tidak perlu repot mencari tanah, dan tidak harus membangun. Rumah sudah dibangun oleh developer.
Kedua, perumahan ini umumnya mempunyai tempat yang tertata apik dengan landscape and kemudahan pendukung yang memadai.
Ketiga, bisa dibeli dengan KPR. Mayoritas pengembang kerjasama dengan bank dalam menyediakan kemudahan pinjaman untuk mempunyai rumah. Ini cocok dengan profil pembeli yang 70% melaksanakan pembelian dengan kredit.
Namun, pembelian rumah lewat developer bukan tanpa masalah.
Beberapa ahad lalu, Harian Kompas melaporkan satu halaman penuh keluhan – keluhan yang disampaikan lewat surat pembaca mengenai developer yang wanprestasi .
Bukan berarti semua developer jelek. Faktanya, lebih banyak developer yang bonafide.
Namun, untuk menghindari hal buruk terjadi, sebaiknya pahami dengan baik proses dan ketentuan dalam mengambil rumah lewat developer. Bagaimanapun juga membeli rumah itu melibatkan uang yang tidak sedikit, sehingga keputusannya harus dilakukan secara hati hati.
Kita akan membahas dulu bagaimana proses dan legalitas pembelian rumah di pengembang. Setelah itu, kami jelaskan 10 hal yang perlu diperhatikan supaya tidak timbul masalah.
Legalitas Pembelian Rumah
Saat tiba ke pengembang, pernah dengar ungkapan bahwa “beli rumah developer itu beli gambar”.Ungkapan ini benar lantaran rumah yang dijual oleh developer memang belum jadi. Yang ada gres maket-nya, “jual gambar” istilahnya.
Kenapa jual maket atau indent ? Karena pihak pengembang mengandalkan kucuran dana dari KPR untuk membangun rumah.
Sebagai pembeli, Anda harus mendapatkan pinjaman KPR terlebih dahulu supaya rumah bisa dibangun oleh pengembang.
Implikasinya, serah terima rumah jadi gres dilakukan beberapa bulan kemudian. Biasanya berkisar 6 bulan hingga 1 tahun.
Karena proses pembelian rumah yang belum jadi ibarat ini, muncul konsekuensi legalitas.
Pertama, perjanjian diawal bentuknya yakni PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), yaitu pengikatan sementara yang dilakukan antara penjual dan pembeli sebelum dilakukan perjanjian jual beli (AJB).
PJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli. Isinya yakni kesepakatan penjual mengikatkan dirinya untuk menjual properti kepada pembeli disertai dengan tanda jadi atau uang muka, klarifikasi perihal harga, waktu pelunasan, dan kapan dilakukan AJB.
Kenapa PPJB, kenapa bukan AJB ?
Karena rumahnya belum jadi dan sertifikatnya masih atas nama developer.
Muncul pertanyaan, kenapa bank bersedia mendapatkan PPJB untuk kontribusi KPR, dimana jenis perjanjian ini bantu-membantu tidak bisa dipakai sebagai dasar jaminan lantaran objek tanah dan bangunan secara aturan belum sanggup dibebani dengan Hak Tanggungan. Untuk Hak Tanggungan, status perjanjian harus AJB, bukan PPJB.
Untuk mengatasinya, bank meminta pengembang mengatakan buy-back guarantee atas kredit yang diberikan. Artinya, selama statusnya masih PPJB, bila pembeli menunggak pembayaran maka pengembang yang akan mengambil alih. Dengan demikian, meskipun tidak mengikat rumah sebagai jaminan lantaran statusnya masih PPJB, bank tetap bersedia mengatakan kredit lantaran adanya jaminan dari pengembang.
Nanti bila rumah sudah jadi dan statusnya berubah dari PPJB menjadi AJB, buy-back guarantee dari pengembang otomatis gugur dan kewajiban beralih sepenuhnya menjadi tanggungjawab peminjam.
Dengan kondisi perjanjian ibarat ini, apa implikasinya buat Anda sebagai pembeli ?
Selama status masih PPJB dan belum beralih ke AJB, maka: (1) status rumah tersebut masih milik developer; (2) sertifikat belum atas nama pembeli; (3) bila membelinya dengan cash, kemudian kemudian akan di KPR, bank jarang sekali yang mau mendapatkan bila masih PPJB .
Kedua, sertifikat tanah belum atas nama pembeli, lantaran statusnya masih Sertifikat tanah Induk Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama developer.
Jika rumah sudah jadi, kemudian dilakukan AJB, barulah sertifikat Induk tersebut bisa dilakukan proses pemecahan sertifikat supaya masing – masing rumah dan bangunan mempunyai sertifikat sendiri atas nama pemiliknya.
Proses pemecahan sertifikat induk ini tidak seragam antar pengembang. Karena prosesnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, ada pengembang yang menunggu hingga semua tanah terjual (paling lama), ada yang sedikit demi sedikit (lebih cepat), untuk melaksanakan pengurusan.
Selama, sertifikat belum atas nama pemilik, maka: (1) rumah akan sulit dijual lantaran secara legal bangunan itu masih milik developer; (2) kredit sulit dilakukan take-over ke bank lain lantaran bank biasanya meminta sertifikat yang statusnya sudah SHM atas nama pemilik.
Proses Pembelian via Pengembang
Untuk menggambarkannya, berikut ini alur proses ketika membeli rumah di developer dengan KPRLangkah #1 Memilih Rumah dari Developer.
Langkah #2 Membayar Booking Fee untuk memesan rumah.
Langkah #3 Mengajukan KPR dan mendapatkan persetujuan kredit dari bank. Tanpa KPR, rumah tidak bisa mulai dibangun oleh developer. Tentu saja, bila membayar dengan tunai, proses ini bisa dilewati.
Langkah #4 Menandatangani Perjanjian Jual Beli (PPJB) dengan developer. PPJB ini penting untuk dibaca lantaran didalamnya termuat klausul mengenai kesepakatan developer soal kapan rumah jadi, proses balik nama sertifikat dan lain- lain. Sampai disini status rumah masih PPJB.
Langkah #5 Rumah selesai. Biasanya sehabis 6 bulan sd 1 tahun, proses pembangunan rampung dan rumah siap ditempati.
Langkah #6 Proses pemecahan sertifikat HGB developer yang dilakukan sehabis rumah jadi. Pemecahan harus dilakukan terlebih dahulu supaya sertifikat bisa dibalik nama ke pembeli
Langkah #7 Dilakukan Akta Jual Beli (AJB) dengan notaris.
Langkah #8 Balik nama sertifikat HGB developer ke pembeli.
Langkah #9 Meningkatkan status menjadi Sertfikat Hak Milik (SHM)
10 Tips Beli Rumah di Developer
Berdasarkan klarifikasi uraian diatas, Anda perlu kehati-hatian lantaran banyak problem yang mungkin muncul.#1 Utamakan Reputasi Developer
Reputasi developer sangat amat penting.Karena rumahnya belum jadi sementara Anda sudah harus membayar lunas (meskipun itu dengan kredit), jadi tidaknya tergantung pada developer.
Dan juga, pengurusan sertifikat sangat tergantung pada pengembang. Pengembang yang tidak professional mengakibatkan pengurusan surat dan sertifikat akan terhambat.
Salah satu cara mengukur reputasi yakni melihat kelengkapan ijin developer, antara lain :
- Ijin Peruntukan Tanah : Ijin Lokasi, Aspek Penata-gunaan lahan, Site Plan yang telah disahkan, SIPPT (Surat Ijin Penunjukkan Penggunaan Tanah), nomor sertifikat tanah, surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Ijin Penggunaan Bangunan (IPB).
- Prasarana sudah tersedia
- Kondisi tanah matang
- Sertifikat tanah minimal SHGB atau HGB Induk atas nama developer
- IMB Induk
#2 Sertifikat Masih Atas Nama Developer
Saat awal pembelian rumah, sertifikat masih atas nama developer. Ada sejumlah proses yang harus dilalui hingga sertifikat menjadi nama pembeli.Selama sertifikat masih atas nama developer, implikasinya adalah:
- Take – over kredit ke bank lain sulit dilakukan. Umumnya, bank tidak akan bersedia mendapatkan take – over bila status sertifikat belum SHM atas nama pemilik.
- Penjualan rumah sulit dilakukan lantaran calon pembeli tidak akan bisa mendapatkan SHM. Sementara, SHM itu penting buat pembeli sebagai jaminan legalitas kepemilikan tanah dan bangunan.
Di dalam perjanjian jual beli biasanya sudah dicantumkan sasaran penyelesaian sertifikat. Yang jadi masalah, apakah sasaran tersebut ditepati atau tidak.
#3 Jangan Bayar DP ke Developer Sebelum KPR Disetujui
Pembaca di blog ini pernah menanyakan “saya diminta segera membayar uang muka (DP) oleh pengembang, sementara KPR masih dalam proses. Apakah saya harus membayar DP tersebut ?”.Yang perlu diingat adalah tidak ada jaminan bahwa bank pasti menyetujui pengajuan KPR meskipun pengembang sudah berhubungan dengan bank. Karena bank tidak hanya melihat pengembang, tetapi juga mengevaluasi kemampuan keuangan pembeli untuk melunasi cicilan.
Oleh alasannya yakni itu, sebaiknya pembayaran DP dilakukan sehabis ada keputusan persetujuan KPR.
Jika belum ada keputusan, sebaiknya tidak dibayar DP lantaran bila nanti ternyata KPR tidak disetujui, Anda harus meminta kembali DP dan itu biasanya tidak gampang (selalu ada potongan).
#4 Tidak Bisa Take Over KPR Jika Sertifikat Belum Balik Nama
Status sertifikat yang masih atas nama developer dan belum balik atas nama pembeli mengakibatkan take over kredit ke bank lain sulit dilakukan.Pihak bank yang akan mengambil alih kredit (take over) akan meminta sertifikat atas nama pihak yang mengajukan kredit. Karena bank ingin secara aturan bisa mengikat rumah yang di KPR itu sebagai jaminan.
Beberapa bank masih mau mendapatkan take-over kredit bila pengembangnya sudah kerjasama dengan bank. Namun, proses ini masih harus dipastikan lagi di masing –masing bank.
Oleh lantaran itu, bila Anda berpikir melaksanakan take over kredit, misalnya, lantaran alasan cicilan yang memberatkan dan bunga yang tinggi, pastikan dahulu status sertifikat rumah. Sudah atas nama Anda atau belum.
#5 Ada Risiko Rumah Tidak Makara Tepat Waktu
Apa saja risiko membeli rumah di developer ?- Rumah tidak jadi meskipun pembayaran sudah lunas. Ini risiko terbesar, meskipun cukup jarang terjadi. Untuk menghindarinya, tidak ada program lain, dengan menentukan developer yang reputasinya baik.
- Rumah jadi terlambat, tidak sesuai dengan sasaran waktu yang dijanjikan dalam pejanjian. Ini risiko yang paling sering terjadi. Pastikan terdapat klausul dalam perjanjian yang mengatur denda bila developer terlambat menyerahkan rumah.
- Rumah jadi dengan spesifikasi yang tidak sesuai standar atau buruk. Developer biasanya mengatakan masa retensi selama 3 bulan sehabis serah terima dilakukan. Selama masa retensi ini apabila ada kerusakan mengenai bangunan dan kondisi rumah masih menjadi tanggung jawab pihak developer. Pastikan semuanya tertulis di perjanjian.
#6 Apa Kewajiban Developer Jika Wanprestasi
Mengingat sejumlah risiko tersebut, pembeli perlu mempelajari dengan seksama kewajiban pengembang bila terjadi wanprestasi.Kewajiban developer biasanya diatur secara terang dalam perjanjian jual beli.
Baca perjanjjian dengan teliti supaya ketika muncul problem bisa dengan cepat mengambil langkah yang diperlukan. Sebelum menandatangani informasi program serah terima rumah, periksa dengan teliti bahwa rumah yang akan Anda terima sesuai dengan apa yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
#7 Segera AJB Jika Rumah Sudah Jadi
Anda harus mengalihkan status dari PPJB menjadi AJB sesegara mungkin.Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain.
AJB dengan pengembang yakni bukti legal bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih ke pembeli. Jika belum melakukannya, hak atas tanah dan bangunan masih di developer.
Kapan AJB bisa dilakukan ?
Sesuai Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 perihal Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, AJB atas tanah dan bangunan rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan PPAT, dalam hal aspek berikut terpenuhi:
- Bangunan rumah telah selesai dibangun dan siap dihuni;
- Pembeli telah membayar lunas seluruh harga tanah dan bangunan rumah, beserta pajak dan biaya-biaya lainnya yang terkait dengan itu; dan
- Permohonan Hak Guna Bangunan atas tanah sudah selesai diproses, dan sertifikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama penjual.
AJB harus dibentuk di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara aturan Peralihan Hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan.
Sebelum AJB dilakukan, PPAT akan melaksanakan beberapa langkah, yaitu:
- Pemeriksaan sertifikat ke BPN. Pemeriksaan bertujuan mengetahui bahwa objek jual beli tidak dalam sengketa hukum, dalam jaminan, sita atau blokir dari pihak lain. Dimana bila ada catatan di dalam buku tanah yang ada di BPN maka penjual berkewajiban terlebih dahulu untuk menbersihkan catatan tersebut. Jika catatan tersebut berupa blokir maka blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Tanpa proses ini jual beli tidak bisa dilaksanakan.
- Menyerahkan SPPT PBB dan bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli dilakukan juga diharapkan untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak. Dimana penghitungan biaya-biaya tersebut bisa dilakukan menurut Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
#8 Segera Urus Status SHM
Setelah AJB selesai, pembeli mendapatkan sertifikat SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dari pengembang.Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa developer sebagai tubuh aturan yang tidak diperbolehkan mempunyai tanah dengan status Hak Milik (SHM). Developer hanya bisa mempunyai tanah serta bangunan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
Apa masalahnya dengan status HGB ?
Tidak ibarat SHM yang mengatakan hak milik selamanya, HGB mempunyai jangka waktu.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (“SHGB”) hanya mengatakan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, lantaran kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling usang 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB sanggup diperpanjang paling usang 20 tahun.
Jadi dengan HGB, Anda paling usang bisa mendirikan bangunan 50 tahun. Lewat itu hak atas tanah tersebut dihapus lantaran tanahnya sepenuhnya dikuasai pribadi oleh Negara.
Oleh alasannya yakni itu, sehabis proses AJB rampung, Anda harus mengubah sertifikat menjadi SHM.
Ada developer yang pribadi mengurus peningkatan hak menjadi SHM sehabis dilakukan AJB, namun tak jarang developer mempersilahkan konsumen sendiri yang mengurus peningkatan hak tersebut.
Sesuai Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 perihal Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal, tanah dengan status SHGB sanggup diubah menjadi tanah bersertifikat SHM, sbb:
- Pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah tersebut berada.
- Pengurusan sanggup dilakukan oleh si pemegang SHGB yang berkewarganegaraan Indonesia ataupun memakai jasa Notaris/PPAT. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
- SHGB asli
- Copy IMB
- Copy SPPT PBB tahun terakhir
- Identitas diri
- Surat Pernyataan tidak mempunyai tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi, dan
- Membayar uang pemasukan kepada Negara.
#9 IMB Amat Penting
Undang-Undang 28 Tahun 2002 perihal Bangunan Gedung, mensyaratkan bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan untuk mempunyai Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).Tidak mempunyai IMB maka: (1) bangunan bisa disegel oleh pihak berwenang; (2) bangunan tidak bisa di diajukan kredit ke bank; (3) Tidak bisa mengurus peningkatan status SHM.
IMB merupakan landasan sah kita mendirikan bangunan, yang di dalamnya tercantum data bangunan. Mulai dari peruntukan, jumlah lantai dan detil teknis yang menjadi lampirannya.
Berdasarkan IMB, bank atau pihak lain sanggup menilai bahwa bangunan yang menjadi jaminan KPR dibangun sesuai peraturan. Seperti sesuai dengan peruntukan lokasi, contohnya ruko memang dibangun di area komersil; rumah tinggal dibangun di lokasi yang diijinkan untuk hunian.
Pastikan bahwa bangunan Anda mempunyai IMB.
#10 Jangan Lakukan Transaksi Jual Beli Bawah Tangan
Muncul beberapa pertanyaan di blog ini mengenai proses jual beli yang dibawah tangan. Apakah kondusif atau tidak.Apabila rumah yang akan dibeli masih dalam status dijaminkan di bank, lakukanlah pengalihan kredit pada Bank yang bersangkutan dan dibentuk akte jual beli di hadapan notaris.
Jangan sekali-kali melaksanakan transaksi pengalihan kredit “di bawah tangan”, artinya atas dasar kepercayaan saja dan tanda buktinya hanya berupa kwitansi biasa, lantaran bank tidak mengakui transaksi yang ibarat ini.
Kesimpulan
Membeli rumah lewat pengembang yakni cara yang paling banyak dipakai untuk mempunyai rumah. Hal ini terutama di tempat Jabodetabek yang padat dan kosmopolitan, dimana tidak gampang membangun rumah sendiri lantaran harga tanah yang tinggi.Pengembang memperlihatkan banyak kemudahan, ibarat tempat yang sudah jadi, tidak perlu repot mengurusi pembangunan rumah serta tersedianya kemudahan kerjasama kredit dengan bank.
Namun, konsumen wajib memahami sejumlah hal ketika melaksanakan pembelian ini. Ada 10 hal yang perlu dipahami dengan baik ketika mengambil rumah lewat pengembang.
Semoga membantu Anda mendapatkan rumah terbaik.
sumber { duitmu.com}